Selasa, 08 Mei 2012



askep hipertiroid

ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERTIROID










Disusun Oleh :
1.      Ahmad Nuruddin
2.      Bambang Heruju
3.      Denta Haris P


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Hipertiroid dalam hal prevalensi merupakan penyakit endokrin yang menempati urutan kedua setelah Diabetes Mellitus, yang merupakan kesatuan penyakit dengan batasan yang jelas, dan penyakit Graves menjadi penyebab utamanya.
(Brunner dan Suddarth, 2002)
Kelainan hipertiroid sangat menonjol pada wanita, hipertiroid menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki laki. Insidensinya akan memuncak dalam dekade usia ketiga serta keempat.
(Schimke, 1992)
Penyakit hipertiroid adalah penyakit akibat gangguan produksi hormon, pada penyakit ini perlu asuhan keperawatan pada hipertiroidisme atau askep hipertiroid yang komprehensif karena disamping faktor efek penyakit itu sendiri biasanya terdapat pula kondisi stress psikologi. Jumlah penderita hipertiroid terus meningkat. Hipertiroid merupakan penyakit hormon yang menempati urutan kedua terbesar di Indonesia  setelah diabetes. Posisi ini serupa dengan kasus di dunia.
(Schimke, 1992)

B.     TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin terfokus pada hipertiroid.
2.      Tujuan Khusus
Setelah dilaksanakan diskusi, pembuatan makalah dan Dipresentasikannya Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipertiroid, diharapkan mahasiswa mampu:
a.       Menjelaskan pengertian dari hipertiroid.
b.      Menjelaskan tanda dan gejala yang dirasakan pasien akibat penyakit hipertiroid.
c.       Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien hipertiroid.

C.    MANFAAT
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa agar dapat digunakan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan hipertiroid. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam pembuatan asuhan keperawatan klien dengan hipertiroid.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    DEFINISI
Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
(Sylvia A. Price, 2006)
Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan.
(Dongoes E, Marilynn , 2000 hal 708)
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves, sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat, tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kanker tiroid.
(Arief mansjoer, 1999)
Terdapat dua tipe hipertiroidisme yaitu penyakit graves dan goiter nodular toksik, yaitu :
1.      Penyakit Graves
Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun di mana terdapat suatu defek genatik dalam limfosit Ts dan sel Th merangsang sel B untuk sintesis antibody terhadap antigen tiroid (Dorland, 2005). Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme. Pada penyakit ini ditandai oleh adanya proses autoimun disertai hyperplasia (pembesaran kelenjar akibat peningkatan jumlah sel) kelenjar tiroid secara difus.
2.      Penyakit Goiter Nodular Toksik
Peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi misalnya pubertas atau kehamilan (Elizabeth J. Corwin, 2009).
(Price A, Sylvia, 1995 hal. 1074)


B.     ETIOLOGI
1.      Penyakit Graves diketahui sebagai penyebab umum dari hipertiroid. Pengeluaran hormone tiroid yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tiroid oleh immunoglobulin dalam darah. Stimulator tiroid kerja-panjang (LATS; Long-acting thyroid stimulator) ditemukan dalam serum dengan konsentrasi yang bermakna pada banyak penderita penyakit ini dan mungkin berhubungan dengan defek pada sistem kekebalan tubuh.
2.      Stress atau infeksi.
3.      Tiroiditis.
4.      Syok emosional
5.      Asupan atau penggunaan hormon tiroid yang belebihan.
(Brunner dan Suddarth, 2002)

C.    MANIFESTASI KLINIS
·         Apatis.
·         Mudah lelah.
·         Kelemahan otot.
·         Mual.
·         Muntah.
·         Gemetaran.
·         Kulit lembab.
·         Berat badan turun.
·         Takikardi.
·         Mata melotot (eksoftalmos), kedipan mata berkurang.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 1319 dan Price A, Sylvia, 1995, hal. 1076)
·         Penderita sering secara emosional mudah terangsang (hipereksitabel), iritabel dan terus merasa khawatir dan klien tidak dapat duduk diam, kegelisahan.
·         Palpitasi, dan denyut nadi yang abnormal cepat yang ditemukan pada saat istirahat dan beraktivitas; yang diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4 yang merangsang epinefrin dan mengakibatkan kinerja jantung meningkat hingga mengakibatkan HR meningkat. Peningkatan denyut nadi berkisar secara konstan antara 90 dan 160 kali per menit, tekanan darah sistolik akan meningkat.
·         Tidak tahan panas dan berkeringat secara tidak lazim, banyak diakibatkan karena peningkatan metabolisme tubuh yang meningkat maka akan menghasilkan panas yang tinggi dari dalam tubuh sehingga apabila terkena matahari lebih, klien tidak akan tahan akan panas.
·         Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan salmon yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak dan basah.
·         Adanya Tremor
·         Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, dimana penyakit ini otot-otot yang menggerakkan mata tidak mampu berfungsi sebagaimana mesti, sehingga sulit atau tidak mungkin menggerakkan mata secara normal atau sulit mengkordinir gerakan mata akibatnya terjadi pandangan ganda, kelopak mata tidak dapat menutup secara sempurna sehingga menghasilkan ekspresi wajah seperti wajah terkejut.
·         Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan yang progresif dan mudah lelah.
·         Pada usia lanjut maka akan mempengaruhi kesehatan jantung.
(Brunner dan Suddarth, 2002)

D.    PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar dari pada normal. Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior. Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksofthalmos yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot  ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
(Price A, Sylvia, 1995, hal. 1078)




















E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :
1.      Tes ambilan RAI : meningkat pada penyakit graves dan toksik goiter noduler, menurun pada tiroiditis.
2.      T3 dan T4 serum : meningkat.
3.      T3 dan T4 bebas serum : meningkat.
4.      TSH : tertekan dan tidak berespon pada TRH ( tiroid releasing hormon).
5.      Tiroglobulin : meningkat.
6.      Stimulasi tiroid 131 : dikatakan hipertiroid jika TRH daritidak ada sampai meningkat setelah pemberian TRH.
7.      Ambilan tiroid 131 : meningkat Ikatan protein sodium : meningkat.
8.      Gula darah : meningkat ( kerusakan adrenal).
9.      Kortisol plasma : turun ( menurunnya pengeluaran oleh adrenal).
10.  Pemerksaan fungsi hepar : abnormal.
11.  Elektrolit : hiponatremi akibat respon adrenal atau efek delusi terapi cairan, hipokalemia akibat dari deuresis dan kehilangan dari GI.
12.  Katekolamin serum : menurun
13.  kreatinin urin : meningkat
14.  EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek kardiomegali
(Doenges. E, Marilynn, 2000 hal. 711)

F.     KOMPLIKASI
·         Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan Tiroid Hormon dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermi, dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan kematian.
·         Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
·         Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
·         Komplikasi lainnya pada penderita hipertiroid yaitu :
1.      Gagal ginjal kronis
2.      Fraktur
3.      Krisis tiroid
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal. 1319)

G.    PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1.      Obat-obatan anti tiroid (OAT)
Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk toksikosis pada semua pasien dengan grave disease serta digunakan selama 1-2 tahun dan kemudian dikurangi secara perlahan-lahan. Indikasi pemberian OAT adalah :
·         Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien – pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
·         Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
·         Sebagai persiapan untuk tiroidektomi.
·         Untuk pengobatan pada pasien hamil.
·         Pasien dengan krisis tiroid.
Adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid adalah Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol.
a.       Propiltiourasil (PTU)
Mekanisme Obat : menghambat sintesis hormon tiroid dengan menghambat oksidasi dari iodin dan menghambat sintesis tiroksin dan triodothyronin. (Lacy, et al, 2006)
b.      Methimazole
c.       Karbimazole
d.      Tiamazole
2.      Pengobatan dengan Yodium Radioaktif
Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia lanjut. Indikasi :
·         Pasien umur 35 tahun atau lebih
·         Hipertiroidisme yang kambuh sesudah pemberian dioperasi
·         Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
·         Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
3.      Pembedahan Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme tetapi disertai dengan beberapa komplikasi potensial, termasuk cedera pada nervus laringeus rekurens dan hipoparatiroidisme.
Indikasi :
·         Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
·         Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
·         Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
·         Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
·         Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
4.      Obat-obatan lain
·         Antagonis adrenergik-beta
Digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda dan gejala hipermetabolik (takikardi, tremor, palpitasi). Antagonis-beta yang paling sering digunakan adalah propranolol, yang biasanya diberikan secara oral dengan dosis 80-180 mg per hari dalam 3-4 dosis terbagi.
5.      Non-Farmakologi
·         Diet yang diberikan harus tinggi kalori 2600-3000 kalori perhari.
·         Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kgBB) per hari seperti susu dan telur.
·         Olahraga secara teratur.
·         Mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan metabolisme.
(Brunner dan Suddarth, 2002)




BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
Riwayat penyakit dan pemeriksaan harus difokuskan pada proses timbulnya gejala yang berkaitan dengan metabolisme yang meningkat atau yang berlebihan. Hal ini mencakup laporan pasien dan keluarga mengenai keadaan pasien yang mudah tersinggung (iritabel) serta peningkatan reaksi emosionalnya. Kita juga harus menentukan dampak semua perubahan ini pada interaksi pasien dengan keluarga, sahabat, dan teman sekerjanya. Riwayat penyakit mencakup semua faktor pencetus stres dan kemampuan pasien untuk mengatasinya.
Status nutrisi dan keberadaan gejala harus dikaji. Timbulnya gejala yang berkaitan dengan haluaran sistem saraf yang berlebihan dan perubahan pada penglihatan serta penampakan mata harus dicatat. Keadaan jantung pasien dikaji dan dipantau secara berkala. Frekuensi jantung, tekanan darah, bunyi jantung, dan denyut nadi perifer juga dikaji.
Karena terdapat kemungkinan timbul perubahan emosional yang berhubungan dengan hipertiroidisme, maka kondisi emosional dan psikologis pasien harus dievaluasi. Penkajian pasien juga dilakukan untuk mendeteksi iritabilitas, ansietas, gangguan tidur, apati, dan letargi, yang semuanya dapat terjadi pada hipertiroidisme. Keluarga pasien dapat memberi informasi tentang berbagai perubahan terakhir pada status emosional pasien.  
(Brunner dan Suddarth, 2002)
Konsep asuhan keperawatan pada klien hipertiroidisme merujuk pada konsep yang dikutip dari Doenges (2000), seperti dibawah ini :
1.      Aktivitas atau istirahat
Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, Kelelahan berat.
Tanda : Atrofi otot.
2.      Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina).
Tanda  :  Distritmia  (vibrilasi  atrium),  irama  gallop,  murmur,  peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).
3.      Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), rasa nyeri / terbakar, kesulitan   berkemih   (infeksi),   infeksi   saluran   kemih   berulang,   nyeri   tekan abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
4.      Integritas ego
Gejala   :   Stress,   tergantung   pada   orang   lain,   masalah   finansial   yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas peka rangsang.
5.      Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah. Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, pembesaran thyroid (peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah), bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
6.      Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru masa lalu) kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD menurun; koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7.      Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang/berat), wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8.      Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda  :  Sesak  napas,  batuk  dengan  atau  tanpa  sputum  purulen  (infeksi), frekuensi pernapasan meningkat.
9.      Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda  :  Demam,  diaforesis,  kulit  rusak,  lesi  atau  ulserasi,  menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10.  Seksualitas
Gejala : Rabas wanita (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria ; kesulitan orgasme pada wanita.
Tanda : Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih. Aseton plasma : positif secara menjolok. Asam lemak bebas : kadar lipid dengan kolosterol meningkat.
(Doenges E, Marilynn, 2000)

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan hipertiroid adalah :
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penururunan Berat Badan).
3.      Cemas berhubungan dengan faktor fisiologis, status hipermetabolik (stimulasi SSP), efek pseudokatekolamin dari hormon tiroid.
4.      Kelemahan umum berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi, peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
(Doenges E, Marilynn, 2000 hal 710-719)

C.    INTERVENSI
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung.
Tujuan/kriteria evaluasi :
mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan TTV stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia.
Intervensi :
·         Pantau TTV, Perhatikan besarnya tekanan nadi.
·         Periksa/teliti kemungkinan nyeri dada yang dikeluhkan pasien.
·         Kaji nadi/denyut jantung saat pasien tidur.
·         Auskultasi suara jantung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanya irama gallop dan murmur sistolik.
·         Pantau EKG, catat atau perhatikan kecepatan atu irama jantung dan adanya disritmia.
·         Observasi tanda dan gejala kehausan yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah, pengisian kapiler lambat, penurunan produksi urin dan hipotensi.
·         Catat adaanya riwayat asma/bronkokontriksi, kehamilan,sinus bradikardi/blok jantung yang berlanjut menjadi gagal jantung.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penururunan berat badan).
Tujuan/kriteria evaluasi :
Menunjukkkan Berat Badan yang stabil disertai dengan nilai laboratorium yang normal dan terbebas dari tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
·         Auskultasi bising usus
·         Catat dan laporkan adanya anoreksia, kelemahan umum, nyeri abdomen, munculnya mual-muntah.
·         Pantau masukan makanan setiap hari, dan timbang berat badan setiap hari serta laporkan adanya penurunan berat badan.
·         Dorong pasien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga makanan kecil dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna.
·         Hindari pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (teh, kopi dan makanan berserat lainnya) dan cairan yang menyebabkan diare.
·         Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.
3.      Cemas berhubungan dengan faktor fisiologis, status hipermetabolik (stimulasi SSP), efek pseudokatekolamin dari hormon tiroid.
Ditandai dengan :
·         Peningkatan perasaan kuatir, gemetar, hilang konrol, panik, perubahan kognitif, distosi rangsanglingkungan.
·         Gerakan ekstra, gelisah, tremor.
Tujuan / kriteria hasil :
·         Tampak rileks.
·         Melapokan ansietasberkurang sampai tingkat dapt dilatasi.
·         Mampu mengidentifikasi cara hidup yang sehat untuk membagikan perasaannya.
Intervensi:
·         Observasi tingkah laku pasien yang menunjukkan tingkat ansietas.
·         Pantau respon fisik, palpitsi, gerakan yang berulang-ulang, hiperventilasi dan insomnia.
·         Jelaskan prosedur, lingkungan sekeliling atau suara yang mungkin didengar oleh pasien.
·         Kurangi stimulasidari luar. Tempatkan pada ruangan yang tenang, berikan kelembutan, kurangi lampu yang terang, kurangi jumlah orang yang berkunjuang
·         Diskusikan dengan pasien aau orang yang terdekat penyebab emosional yang labil/reaksi psikotik.
·         Tekankan harapan bahwa pengendalian emosi itu harus tetap diberikan sesuai denagan perkembangan terapi obat.
4.      Kelemahan umum berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi, peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh
Dibuktikan oleh :

·         Mengungkapkan sangat kurang kekurangan energi untuk mempertahankan utinitas umum, penurunan penampilan.
·         Labilias/peka rangsang emosional, gugup, tegang.
·         Perilaku gelisah.
·         Kerusakan kemampuan untuk konsentrasi.
Tujuan /kriteria evaluasi :
·         Mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan energi.
·         Menunjukkkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
Intervensi :
·         Pantau TTV sebelum dan sesudah aktivitas.
·         Catat adanya perkembangan takipnea, dispnea, pucat dan sianosis.
·         Ciptakan lingkungan yang tenang, ruangan yang dingin, turunkan stimulasi sensori, warna-warna yang sejuk dan situasi yang tenang.
·         Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas dan meningkatkan istirahat ditempat tidur jika memungkinkan.
·         Berikan tindakan yang membuat pasien nyaman seperti massage/sentuhan, bedak yang sejuk.
·         Memberikan aktivits pengganti yang nyaman seperti membaca, mendengarkan radio.
·         Hindari membicarakan topik yang menjengkelkan atau yang mengancam pasien.
(Doenges E, Marilynn, 2000 hal 710-719)

















DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, 3 th ed. Jakarta : EGC.
Long C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Jilid 3. Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 4. Jakarta : EGC. 1995.
Smeltzer C. Suzanne, Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.